Kamis, 28 September 2017

I AM MALALA


Malala Yousafzai gadis kelahiran 12 Juli 1997 ini adalah seorang murid sekolah dan aktivis pendidikan dari kota Mingora di Distrik Swat dari provinsi Pakistan Khyber Pakhtunkhwa. Diketahui untuk pendidikan dan aktivisme hak-hak perempuan di Lembah Swat, di mana Taliban telah dilarang pada waktu gadis bersekolah.

Malala lahir dari keluarga bersuku Pusthun dan menganut Islam Sunni. Namanya diambil dari penyair dan pejuang wanita suku Pasthun, Malalai dari Maiwand. Ia dibesarkan di Mingora, bersama dua adik laki-laki. Keberaniannya dalam menulis berkat bimbingan ayahnya yang juga penyair, pemilik sekolah, sekaligus aktivis pendidikan. Ayahnya menjalankan beberapa sekolah yang dinamai Khushal Public School. Meskipun Malala mengaku ingin jadi dokter, Ayahnya mendorongnya untuk menjadi politisi.

Pada musim panas berikutnya, wartawan Adam B. Ellick membuat sebuah film dokumentar untuk New York Times tentang wilayah tersebut. Di momen ini, Yousafzai kembali muncul dan semakin menonjol, melakukan wawancara di media cetak dan di televisi, dan ia pun kemudian dinominasikan untuk Hadiah Perdamaian Anak Internasional oleh aktivis Afrika Selatan, Desmond Tutu .

Pada 9 Oktober 2012, sebuah truk yang dimodifikasi sebagai bus Sekolah “Khushal” – sekolah milik ayah Malala -- di kota Mingora, sedang membawa sejumlah murid perempuan pulang dari sekolah mereka, salah satunya adalah Malala. Tiba-tiba  sekolah itu dihadang oleh dua laki-laki muda bersenjata dari Taliban. Salah satunya menaiki belakang truk itu, lalu bertanya, “Yang mana Malala?” Itulah pertanyaan yang sempat didengar oleh Malala, sebelum dia kehilangan kesadaran. Pemuda Taliban itu menembaknya dua kali, tembakan pertama mengena kepala di dekat mata kirinya, dan yang kedua mengena lehernya. Malala roboh bermandikan darahnya sendiri.

Ya, Malala ditembak dengan maksud dibunuh oleh Taliban, karena dia seorang anak perempuan yang berani menantang Taliban yang melarang anak-anak perempuan sekolah. Tak perduli dia hanya seorang anak perempuan remaja yang baru berusia 16 tahun. Saat itu Taliban di bawah pimpinan Maulana Fazlullah yang menguasai Lembah Swat melarang semua anak perempuan sekolah.

Mujizat Tuhan menyertai Malala, meskipun menderita luka sangat parah, nyawanya berhasil diselamatkan. Setelah dioperasi untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di kepalanya, dan beberapa hari dirawat di sebuah rumah sakit militer di Peshawar,  Pakistan, dia diterbangkan ke Inggris, untuk menjalani operasi dan perawatan intensif yang jauh lebih baik di Rumah Sakit Queen Elizabeth, di Birmingham. Setelah nyawanya berhasil diselamatkan oleh tim dokter rumah sakit itu, mereka juga melakukan bedah syaraf di wajah Malala, agar wajahnya bisa dikembalikan sesempurna mungkin. Total sekitar 6 bulan Malala harus berada di rumah sakit itu untuk menjalani beberapakali operasi dan perawatan pemulihan.

Pimpinan Taliban Pakistan, Adnan Rasheed, mengirim surat kepada Malala, menjelaskan bahwa dia hendak dibunuh bukan karena sebagai seorang penggiat pendidikan anak perempuan, tetapi karena sikapnya yang terlalu kritis terhadap Taliban. Rasheed menawarkan agar Malala mau kembali ke Pakistan untuk melanjutkan sekolahnya dengan aman, asalkan menuruti aturan-aturan yang telah ditetapkan Taliban, antara lain kewajiban memakai burqa. Malala tidak menjawab surat itu, meskipun banyak orang yang menyarankan untuk menjawabnya. Alasan Malala, karena dia merasa haknya untuk sekolah bukan tergantung dari Taliban, tetapi memang sudah menjadi haknya sebagai seorang manusia ciptaan Allah.

I Am Malala: The Girl Who Stood Up for Education and Was Shot by the Taliban adalah judul bukunya (2013). Sedangkan di dalam buku itu sendiri, Malala mengatakan dia lebih suka dikenang sebagai seorang anak perempuan yang memperjuangkan kesamaan hak pendidikan terhadap anak perempuan (di seluruh dunia) daripada dikenang sebagai seorang anak perempuan yang pernah ditembak Taliban.

Utusan khusus PBB untuk Global Education, Gordon Brown meluncurkan petisi PBB atas nama Yousafzai, dengan menggunakan slogan “Saya Malala” dan menuntut bahwa semua anak di seluruh dunia harus mengenyam bangku sekolah di akhir 2015. Majalah TIME edisi 29 April 2013 menempatkan foto Yousafzai sebagai cover depan majalah tersebut dan menobatkannya sebagai salah satu "100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia" di tahun tersebut.

Pada 12 Juli 2013, Yousafzai diberi kesempatan berpidato di markas besar PBB untuk menyerukan akses pendidikan bagi anak-anak di seluruh dunia. Lalu pada bulan September 2013, ia pun resmi membuka sebuah Perpustakaan Birmingham. Selain meraih Nobel Perdamaian Yousafzai adalah penerima Hadiah Sakharov tahun 2013.

Pada tanggal 16 Oktober 2013, Pemerintah Kanada mengumumkan bahwa Parlemen Kanada akan memberi kewarganegaraan kehormatan kepada Yousafzai.

Pada bulan Februari 2014, ia dinominasikan untuk mendapatkan Piagam Anak Sedunia di Swedia. dan pada tanggal 15 Mei 2014, Yousafzai mendapatkan gelar doktor kehormatan dari Universitas King College di Halifax.

Pada tanggal 10 Oktober 2014, Yousafzai diumumkan sebagai penerima Nobel Perdamaian 2014 untuk perjuangannya melawan penindasan terhadap anak-anak dan orang muda dalam hak atas pendidikan.

Dalam usiany yang relatif muda, yaitu 17 tahun, Yousafzai tercatat sebagai penerima hadiah nobel termuda sepanjang sejarah. Bersama dengannya, seorang peraihh Nobel lainnya, Kailash Satyarthi juga mendapat kehormatan yang sama karena perjuangan sebagai aktivis anak dari India.

Yousafzai merupakan warga Pakistan kekedua yang pernah menerima Nobel Hadiah, setelah sebelumnya salah seorang Ilmuwan Pakistan, Abdus Salam juga menerima hadiah Nobel bidang Fisika pada tahun 1.979.



Penulis : aprillya Puspita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar