Malala
Yousafzai gadis kelahiran 12 Juli 1997 ini adalah
seorang murid sekolah dan aktivis pendidikan dari kota Mingora di Distrik Swat
dari provinsi Pakistan Khyber Pakhtunkhwa. Diketahui untuk pendidikan dan
aktivisme hak-hak perempuan di Lembah Swat, di mana Taliban telah dilarang pada
waktu gadis bersekolah.
Malala
lahir dari keluarga bersuku Pusthun dan menganut Islam Sunni.
Namanya diambil dari penyair dan pejuang wanita suku Pasthun, Malalai dari
Maiwand. Ia dibesarkan di Mingora, bersama dua adik laki-laki. Keberaniannya
dalam menulis berkat bimbingan ayahnya yang juga penyair, pemilik sekolah,
sekaligus aktivis pendidikan. Ayahnya menjalankan beberapa sekolah yang dinamai
Khushal Public School. Meskipun Malala mengaku ingin jadi dokter, Ayahnya
mendorongnya untuk menjadi politisi.
Pada
musim panas berikutnya, wartawan Adam B. Ellick membuat sebuah film dokumentar
untuk New York Times tentang wilayah tersebut. Di momen ini,
Yousafzai kembali muncul dan semakin menonjol, melakukan wawancara di media
cetak dan di televisi, dan ia pun kemudian dinominasikan untuk Hadiah
Perdamaian Anak Internasional oleh aktivis Afrika Selatan, Desmond Tutu .
Pada 9 Oktober
2012, sebuah truk yang dimodifikasi sebagai bus Sekolah “Khushal” – sekolah
milik ayah Malala -- di kota Mingora, sedang membawa sejumlah murid perempuan
pulang dari sekolah mereka, salah satunya adalah Malala. Tiba-tiba
sekolah itu dihadang oleh dua laki-laki muda bersenjata dari Taliban.
Salah satunya menaiki belakang truk itu, lalu bertanya, “Yang mana Malala?”
Itulah pertanyaan yang sempat didengar oleh Malala, sebelum dia kehilangan
kesadaran. Pemuda Taliban itu menembaknya dua kali, tembakan pertama mengena
kepala di dekat mata kirinya, dan yang kedua mengena lehernya. Malala roboh
bermandikan darahnya sendiri.
Ya, Malala
ditembak dengan maksud dibunuh oleh Taliban, karena dia seorang anak perempuan
yang berani menantang Taliban yang melarang anak-anak perempuan sekolah. Tak
perduli dia hanya seorang anak perempuan remaja yang baru berusia 16 tahun.
Saat itu Taliban di bawah pimpinan Maulana Fazlullah yang menguasai Lembah Swat
melarang semua anak perempuan sekolah.
Mujizat
Tuhan menyertai Malala, meskipun menderita luka sangat parah, nyawanya berhasil
diselamatkan. Setelah dioperasi untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di
kepalanya, dan beberapa hari dirawat di sebuah rumah sakit militer di Peshawar,
Pakistan, dia diterbangkan ke Inggris, untuk menjalani operasi dan
perawatan intensif yang jauh lebih baik di Rumah Sakit Queen Elizabeth, di
Birmingham. Setelah nyawanya berhasil diselamatkan oleh tim dokter rumah sakit
itu, mereka juga melakukan bedah syaraf di wajah Malala, agar wajahnya bisa
dikembalikan sesempurna mungkin. Total sekitar 6 bulan Malala harus berada di
rumah sakit itu untuk menjalani beberapakali operasi dan perawatan pemulihan.
Pimpinan
Taliban Pakistan, Adnan Rasheed, mengirim surat kepada Malala, menjelaskan
bahwa dia hendak dibunuh bukan karena sebagai seorang penggiat pendidikan anak
perempuan, tetapi karena sikapnya yang terlalu kritis terhadap Taliban. Rasheed
menawarkan agar Malala mau kembali ke Pakistan untuk melanjutkan sekolahnya
dengan aman, asalkan menuruti aturan-aturan yang telah ditetapkan Taliban,
antara lain kewajiban memakai burqa. Malala tidak menjawab surat itu, meskipun
banyak orang yang menyarankan untuk menjawabnya. Alasan Malala, karena dia
merasa haknya untuk sekolah bukan tergantung dari Taliban, tetapi memang sudah
menjadi haknya sebagai seorang manusia ciptaan Allah.
I
Am Malala: The Girl Who Stood Up for Education and Was Shot by the Taliban adalah judul bukunya (2013).
Sedangkan di dalam buku itu sendiri, Malala mengatakan dia lebih suka dikenang
sebagai seorang anak perempuan yang memperjuangkan kesamaan hak pendidikan
terhadap anak perempuan (di seluruh dunia) daripada dikenang sebagai seorang
anak perempuan yang pernah ditembak Taliban.
Utusan khusus PBB
untuk Global Education, Gordon Brown meluncurkan petisi PBB atas nama
Yousafzai, dengan menggunakan slogan “Saya Malala” dan menuntut bahwa semua
anak di seluruh dunia harus mengenyam bangku sekolah di akhir 2015.
Majalah TIME edisi 29 April 2013 menempatkan foto Yousafzai sebagai cover depan
majalah tersebut dan menobatkannya sebagai salah satu "100 Orang Paling
Berpengaruh di Dunia" di tahun tersebut.
Pada
12 Juli 2013, Yousafzai diberi kesempatan berpidato di markas besar PBB untuk
menyerukan akses pendidikan bagi anak-anak di seluruh dunia. Lalu pada bulan
September 2013, ia pun resmi membuka sebuah Perpustakaan Birmingham. Selain meraih Nobel
Perdamaian Yousafzai adalah penerima Hadiah Sakharov tahun 2013.
Pada tanggal 16 Oktober 2013, Pemerintah Kanada mengumumkan bahwa Parlemen
Kanada akan memberi kewarganegaraan kehormatan kepada Yousafzai.
Pada bulan Februari 2014, ia dinominasikan untuk mendapatkan Piagam Anak
Sedunia di Swedia. dan pada tanggal 15 Mei 2014, Yousafzai mendapatkan gelar
doktor kehormatan dari Universitas King College di Halifax.
Pada tanggal 10 Oktober 2014, Yousafzai diumumkan sebagai penerima Nobel
Perdamaian 2014 untuk perjuangannya melawan penindasan terhadap anak-anak dan
orang muda dalam hak atas pendidikan.
Dalam usiany yang relatif muda, yaitu 17 tahun, Yousafzai tercatat sebagai
penerima hadiah nobel termuda sepanjang sejarah. Bersama dengannya, seorang
peraihh Nobel lainnya, Kailash Satyarthi juga mendapat kehormatan yang sama
karena perjuangan sebagai aktivis anak dari India.
Yousafzai merupakan warga Pakistan kekedua yang pernah menerima Nobel
Hadiah, setelah sebelumnya salah seorang Ilmuwan Pakistan, Abdus Salam juga
menerima hadiah Nobel bidang Fisika pada tahun 1.979.
Penulis : aprillya Puspita