Pada
era sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan komunikasi
semakin pesat. Lingkungan yang kita tinggal ini lebih dikenal dengan lingkungan
era media, di mana tempat tinggal kita ini sudah dikelilingi bahkan dipengaruhi
oleh media. Dengan adanya hal seperti ini, tentunya membawa dampak negatif dan
juga dampak positif. Dampak positifnya, yaitu masyarakat menjadi melek akan
media dan juga teknologi serta menjadi up
to date akan berita dan informasi dari berbagai belahan dunia. Namun tak
bisa dipungkiri, dengan adanya perkembangan teknologi ini juga akan menimbulkan
dampak negatif, yaitu masyarakat menjadi lebih senang dengan dunia maya
dibandingkan dengan dunia nyata. Hal tersebut menyebabkan masyarakat menjadi lebih
tertutup dan menarik diri dari interaksi antar sesama.
Perkembangan IPTEK juga turut
mempengaruhi perkembangan media. Saat ini media memiliki kuasa yang membuat
masyarakat mengikuti apapun yang ditayangkan oleh media. Kuasa yang dihasilkan
oleh media ini dapat dianalogikan seperti kuasa orang tua di rumah terhadap
anaknya. Orang tua sebagai pemilik rumah tentunya harus dipatuhi oleh anaknya,
begitu juga dengan media. Media sebagai pemberi informasi terkadang mengandung
konten yang tidak begitu menguntungkan bagi masyarakat. Misalnya, yaitu para
kaum kapitalis yang memiliki stasiun-stasiun televisi di Indonesia. Mereka akan
lebih mengutamakan keuntungan, dari pada kepentingan dari masyarakat yang
memanfaatkan media itu sendiri. Salah satu cara para kaum kapitalis dalam
menghasilkan keuntungan yaitu melalui iklan.
Iklan-iklan yang ada di media saat
ini memiliki kekuatan tersendiri di dalam masyarakat. Kekuatan yang dihasilkan
oleh iklan mampu menanamkan ide dan gagasan kedalam pikiran masyarakat untuk jangka
waktu yang panjang. Saat ini iklan mulai mengalami pergeseran fungsi yang
sebelumnya hanya untuk menawarkan produk kepada konsumen agar tertarik untuk
membelinya. Namun, pada saat ini iklan menjadi pembentuk sistem nilai, gaya
hidup dan juga sebagai selera budaya tertentu.
Iklan yang ada di media mampu
membentuk standar-standar yang dapat menentukan kesempurnaan hidup. Sebagai
contoh, seseorang remaja laki-laki yang membeli produk susu Hilo Teen yang
berharap bahwa dengan mengkonsumsi susu tersebut ia akan seperti model di dalam
iklan yang memiliki postur tubuh yang tinggi. Iklan yang ditampilakan produk
susu Hilo Teen tersebut memang menarik perhatian bagi yang melihatnya, namun
disisi lain iklan tersebut juga bisa membentuk pola pikir masyarakat. Apa yang
dilihat masyarakat melalui iklan tersebut seakan-akan menjadi sesuatu yang
paling benar, yang ideal, yang terbaik di dalam kehidupan masyarakat serta
merupakan suatu kesempurnaan hidup.
Sebenarnya, standar yang dibentuk
oleh iklan dalam media massa tersebut mengandung kekerasan simbolik yang
bersifat negatif bagi masyarakat. Menurut Bourdieu, kekerasan simbolik yaitu
bagaimana melihat modal simbolik (harga diri, martabat, atensi) merupakan
sumber kekuasaan yang krusial. Bourdieu menjelasakan konsep mekanisme yang
digunakan kelompok kelas atas yang mendominasi struktur sosial masyarakat untuk
“memaksakan” ideologi, budaya, kebiasaan, gaya hidupnya kepada kelompok kelas
bawah yang didominasinya. Bourdieu menyebut rangkaian budaya ini dengan
habitus. Akibatnya masyarakat kelas bawah dipaksa untuk menerima, menjalani,
mempraktikkan, dan mengakui bahwa habitus kelas atas merupakan habitus yang
pantas bagi mereka (kelas bawah), sedangkan habitus kelas bawah sudah
selayaknya dibuang jauh-jauh.
Salah
satu tempat yang subur bagi kekerasan simbolik untuk tumbuh yaitu media
massa. Sebab media massa memungkinkan
terjadinya kekerasan yang tidak tempak tapi terasa seperti, distorsi, penyelewengan,
pemalsuan, pembelotan dll. Corak kekerasan simbolik bisa ditemukan dalam bentuk
penggunaan bahasa, foto atau gambar yang muncul di media (cetak maupun
elektronik). Sebagai contoh, iklan susu
Hilo Teen. Merupakan suatu merk susu yang diklaim dapat menaikkan tinggi badan
bagi yang mengkonsumsinya. Susu ini memiliki target yaitu remaja, dengan
mengusung tagline “tumbuh itu ke atas bukan ke samping”.
Iklan ini memiliki konsep yaitu
remaja yang bertubuh pendek tidak bisa melakukan banyak hal dan harus dibantu
oleh remaja yang memiliki postur tubuh yang lebih tinggi. Dalam iklan ini
manampilakan bahwa remaja yang memiliki postur tubuh yang pendek dan gemuk
selalu kalah bersaing dengan remaja yang memiliki postur tubuh yang tinggi.
Selain itu juga iklan Hilo Teen ini menayangkan betapa remaja yang tinggi dapat
melakukan hal apapun yang tidak bisa dilakukan oleh remaja yang memiliki postur
tubuh yang gendut dan pendek.
Dilihat dari konsep iklan dan juga tagline yang digunakan, jelaslah bahwa
iklan beserta tagline nya ini
mengandung kekerasan simbolik. Iklan tersebut dapat menimbulkan kesan bagi
audiens bahwa memiliki tubuh yang ramping dan tinggi itu lebih baik
dibandingkan dengan tubuh yang yang gendut dan pendek. Dalam setiap iklan Hilo Teen ini, seringkali menampilkan
remaja yang bertubuh gemuk dan pendek adalah sosok yang kurang dianggapoleh
lingkungan sekitarnya. Sedangkan remaja yang bertubuh tinggi dan kurus
disenangi oleh orang-orang disekitarnya.
Dalam hal ini, iklan susu Hilo Teen
tidak hanya menjual produk susu yang dapat menambah tinggi badan bagi remaja
saja tapi juga menjual proporsi tubuh remaja “ideal”. Bisa dikatakan bahwa,
symbol yang ditampilkan ini merupakan contoh dari bentuk kekerasan simbolik
yang bisa menyerang remaja yang memiliki postur tubuh yang gemuk dan pendek.
Iklan ini dapat mengakibatkan remaja yang memiliki postur tubuh yang gemuk dan
pendek menjadi kurang percaya diri dengan bentuk tubuh atau fisiknya. Mereka
melihat bahwa sosok yang ideal adalah sosok yang memiliki tubuh kurus dan
tinggi. Mereka dipaksa untuk mengikuti gaya hidup yang ditampilkan oleh iklan,
karena apa yang ditampilkan oleh iklan merupakan sebuah kesempurnaan hidup.
Mereka
tidak menyadari bahwa, mereka telah menerima kekerasan simbolik dari iklan Hilo
Teen tersebut. Mereka yang melihat tayangan iklan Hilo Teen, cenderung menerima
dan terbiasa dengan hal tersebut dan menganggap hal tersebut sebagai suatu hal
yang lumrah dan wajar.
Penulis : Dhi ajeng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar